Sabtu, 29 Juni 2013

Camera Has Stories



ff Lee Ho Won

Chapter 8

      Goun membolak – balikan salah satu buku jurnalnya yang bersampul hijau di meja kecil itu, sedang Min-ah sesekali berdiri kemudian berjalan mondar – mandir tak jelas di depannya.

“HEY!! bisakah kau diam?” akhirnya Goun melepas amarahnya setelah 1 jam menahan kesal pada teman seuniversitas itu dengan pandangan yang amat kesal

“bagaimana ini?” Min-ah menjatuhkan tubuhnya di tempat. Ia bertanya seakan pada dirinya sendiri, dan sama sekali tak menengok Goun yang sudah bertanduk dua di kepalannya

“apanya?” Goun kembali menghadap buku yang ia bawa

“apa lagi? Kamera?!” Goun tak menyadari kalau di depannya Min-ah sudah bertekuk lutut dengan kedua tangan saling bertemu di bawah dagu

“kau ingin melihat temanmu jantungan dan mati di sini?” Goun melepas pegangannya pada sampul tebal buku itu dan mendelik ke Min-ah dengan wajah melas

“Aku hanya mau kameraku kembali. Aku harus bagaimana sekarang?” Min-ah akhirnya merebahkan tubuhnya di lantai itu sambil bergumam tak jelas.

“memangnya Howon tak mau?” Goun bertanya ragu sejenak lalu “iya lah, seorang artis mau – maunya disuruh oleh anak kayak kamu?!” Min-ah berhenti menggumam. Mencerna kata – kata Goun dengan seksama lalu . . .

“artis? Teman lama? Terabaikan? Dan....bukan siapa – siapa?” Min-ah bertanya – tanya pada dirinya sendiri kemudian bangkit dan segera berganti pakaian untuk menemui bosnya. “terimakasih” kata Min-ah sambil menjabat tangan Goun yang secara tak sengaja menjatuhkan pensil Goun ke lantai.

“jadi kau mau pergi?” Goun bertanya saat Min-ah sudah memakai sepatu bootnya, “sendiri?” Min-ah mengangguk kemudian menutup pintu depan dengan satu kali ayunan
  



            Howon terus – menerus memandang layar hitam ponselnya, yang dinonaktifkan sejak sejam yang lalu. Ia akan merasa bersalah bila tak dapat menepati janjinya tapi ia juga tak bisa meninggalkan pekerjaanya begitu saja, jadi mau tak mau ia akan tetap berada di kursi hitam itu dan duduk bersama  orang – orang yang juga memiliki kepentingan namun harus mengorbankan waktunya di rumah untuk memajukan perusahaan yang mereka tempati. Meeting membahas pembuatan album baru itu pun akhirnya usai setelah 3 jam berlalu, rasanya membosankan tapi besok masih ada waktu 3 minggu untuk cuti karena kegiatan infinite akan diteruskan dengan aransemen lagu, video clip dan masih banyak lagi.
             
            Howon tiba dirumah sudah pukul 00.30 pagi. Ia yakin Min-ah sudah berada di kamarnya sekarang dan tidur dengan tenangnya karena masalah mungkin sudah ia selesaikan meski tanpa bantuan dari Howon. Sesaat ia mengambil ponselnya dari saku jaketnya dan mengaktifkan kembali ponsel yang sedari tadi diam tak bersuara. Lalu 5 pesan masuk muncul di layar depan, 2 diantaranya dari Song dan tiga lainnya dari Min-ah.

*****************************************************************************************************************

     Terdengar bunyi pintu kamar di ketuk tapi tak ada yang membukanya. Lagi, orang yang diluar sana tak henti – hentinya mengetuk, hingga akhirnya.

“Anyeong!!” ucap gadis itu manis. Tanpa memperdulikan reaksi penghuni apartemen itu Goun langsung melepas bootnya kemudian masuk.

“Ada perlu apa?” tanya Howon sambil menyalakan TVnya melalui remot yang ia ambil disamping sofa panjang yang diduduki Goun.

“em... hanya mau mampir” jawab Goun dengan gamblangnya, bahkan rasanya ia seperti telah mengenal lama Howon

“oh..” kata Howon pendek, saat Goun akan mengatakan sesuatu ia langsung berkata, “em...Aku tinggal dulu ya” saat setelah ia mendengar laptopnya berbunyi. Howon masih bisa mendengar suara Goun yang menggerutu di depan TV, tapi ia tak menganggapnya serius baginya ‘biarkan saja’

“kau sedang chating? Di facebook?” Goun tiba – tiba muncul disamping Howon. Tapi, Howon masih fokus pada layar laptopnya. Disana terbentang facebook Howon yang dibawahnya ada beberapa teman obrolan dan salah satunya . . . “MIN-AH!!” Goun berteriak tak sadar ia juga menutup mulutnya ketika melihat nama Min-ah ada di sana. 

“chincha?” Howon bergumam sambil tertawa, dan memberi motion ‘ :D ’ untuk Min-ah dan Min-ah juga begitu.

“apa Min-ah benar membuka facebooknya padahal tadi malam.....” Goun bergumam sendiri tak tahu kalau dirinya sedang disimak oleh Howon

“apa?” Howon bertanya, benar tidak tahu pada apa yang dibicarakan Goun.

“ah..bukan apa - apa” kata Goun cepat – cepat. “aigoo, aku lupa ada beberapa dokumen yang harus aku kirimkan pada bosku sekarang. Aku pamit” Goun ingin cepat keluar dari serbuan teka – teki yang ia buat sendiri dan menghindar dari pertanyaan Howon yang siap diluncurkan kapan saja, karena ia melihat sendiri bagaimana raut wajah Howon yang berubah cepat menjadi ingin tahu.
         

     Pintu itu akhirnya terbuka saat Min-ah baru mau keluar. “ah kau,” Goun sedikit tersentak karena kaget melihat seseorang di balik pintu. Goun terus menggandeng tangan Min-ah yang nampak kurus itu dan mendudukkannya kembali ke kursi dimana Min-ah tadi menghadapkan dirinya di laptop.

“ada apa? kau membuatku kaget, barusan” cela Min-ah saat Goun sedang menarik nafas untuk mengumpulkan kata – kata yang tadi sempat tersebar

“kau tahu? Hoya .... ” saat Goun akan malanjutkan kata – katanya tiba – tiba laptop itu berbunyi, bunyi pada jejaring sosial facebook. Di kotak pesan itu banyak motion gembira yang Min-ah berikan dan itu semua membuat Goun heran bercampur kasihan. “Hoya chating denganmu?! sekarangpun masih? Dan kau..... membalasnya dengan kebohongan” Min-ah terhenti mulai meandangnya, jemarinya yang semula lincah menekan – nekan simbol di atas keyboard ikut berhenti. Matanya masih sembab dan lingkaran mata panda masih terlihat jelas. “aku bingung untuk mengasihani siapa sekarang” Goun melemparkan pandangannya ke dinding kamar yang kosong “kasihan pada Howon karena ia tulus meminta maaf tapi juga kasihan padamu atas nasib sialmu itu” Goun mengangguk – angguk pelan.

“Hey, kau masih mau berceloteh begitu terus atau mau mengantarku untuk nanti malam?” Min-ah berkata datar. Ya, mungkin karena ia kesal harus kena marah dari bosnya tapi untungnya ada kamera disana yang menganggur.

“tentu” Goun menepuk – nepuk punggung temannya itu yang mulai terlihat lelah. “ayo kita makan, kali ini kita makan di warung depan saja” saran Goun benar mengerti kondisi mereka karena pendapatannya yang kurang untuk makan dan Min-ah yang masih libur bekerja hanya karena ketidak tersediaan kamera.

Mereka keluar dari gedung itu layaknya kakak beradik, terkadang Goun menggandeng tangan Min-ah seperti menggandeng adiknya sendiri. Ya, di balik sikap yang menyebalkan, Goun memiliki rasa sayang yang besar apalagi pada kawannya itu.

Mereka tiba tepat saat Min-ah juga melihat Howon yang sedang menaiki mobil sedan silver yang terpakir tidak jauh dari warung makan mereka. Min-ah hanya merasa kesal tapi untuk apa? ia sendiri belum menepati janjinya? Dan karena apa? kameranya tak ada juga bukan salah Howon? Ini karena . . . ?

“hey cepat makanmu! Kita harus segera ke kantor tepat 2 jam setelah ini. Jangan sampai perutmu tak kenyang” Goun mengingatkan kali ini Min-ah merasa Goun adalah ibunya
**************************************************************************************

      “cepat – cepat, nanti kita ketinggalan berita” Min-ah menggandeng Goun agar ia bisa berjalan lebih cepat. Goun bukanlah orang yang suka disuruh – suruh tapi itu terabaikan karena ia sedang menjajal pakaian yang ia beli beberapa waktu lalu khusus untuk acara ini.


        Tepat pukul 7 malam Min-ah segera mencari tempat untuk leluasa mengambil gambar Lee Min Ho dari kejauhan. “di sini?” tanya Goun memastikan agar mereka tak harus mondar – mandir lagi mencari tempat.


“ya, karena kau seorang putri. Cukup duduk saja di sini” ledek Min-ah, baru kali ini Goun ikut dengannya, menjadi partnernya tapi ia sudah mulai mengeluh.


“sebentar lagi jumpa fans? Kau tak akan mengikutinya?” Goun bertanya hati – hati


“iya, aku tahu dan kau akan tetap disini, bukan?” Min-ah beralih keluar dari aula itu. Tempat di mana Minoz, penggemar Lee Min Ho berkumpul menjadi lebih dekat dengan idolanya.


Min-ah berjalan keluar, menunggu Lee Min Ho beserta staffnya yang juga akan keluar untuk melanjutkan acara berikutnya, yaitu jumpa penggemar. Ia senang, mungkin ia lah yang akan pertama kali mendapatkan foto Lee Min Ho karena di ruang itu benar sepi, tak tercium bau wartawan maupun jurnalistik lainnya. Ia duduk di sebuah bangku panjang dekat aula itu. Tepat saat ia beralih pandang ia melihat sekelompok orang keluar dari pintu masuk. Beberapa orang di depan pintu itu saling mengobrol, mereka tak menyadari keberadaan Min-ah di sana, mereka terlalu asyik dalam pembicaraannya. Min-ah berusaha menggerakkan kakinya menjauh tapi ia merasa kram bahkan ia juga tak bisa mendengarkan kembali suara apa yang terdengar di sana. Ia berharap mereka benar lupa padanya dan ia juga berharap tidak bertemu lagi dengan mereka. Saat Min-ah mulai dapat berdiri dari tempatnya duduk ia merasa tubuhnya menegang, terasa membeku. Tepat setelah itu segerombolan Minoz mulai berlarian mengerubungi idola yang sedang dikepung, bahkan para bodyguard tak mampu menahan dorongan yang terjadi. Dan pada akhirnya Min-ah terjatuh masuk dalam lingkaran itu. “anda tak apa-apa?” ucap seorang pria berbadan tinggi, dengan rambut yang disisir ke atas. Min-ah hanya bisa mengangguk lalu tak sadarkan diri.



“kau sudah sadar?!!” Goun bertanya cemas. Min-ah hanya bisa mengangguk pelan sambil memejamkan matanya sebentar. “oh.... aku benar – benar menyesal membiarkanmu di sana sendiri” Min-ah menggerakkan tanggannya pelan di atas punggung tangan Goun yang ada di samping ranjangnya guna memberitahu tak perlu ada penyesalan. “aish... aku benar – benar menyesal seharusnya aku yang ada di sana” wajah Goun beralih berseri – seri, “berpura – pura pingsan, ditolong Min Ho dan dibawa ke sini oleh staffnya. Aigoo... benar – benar, terkadang nasib sialmu membawa keberuntungan ya” ucap Goun sambil melihat sekeliling ruang pasien itu. Min-ah tersadar, sebelum ia pingsan memang benar ia sempat terjatuh dan benar Lee Min Ho menolongnya dan bertanya apakah ia baik, tentu saja itu cukup membuatnya lebih baik.


“sejak kapan aku ada di sini?” Tanya Min-ah berusaha keras mengeluarkan suaranya yang sedikit serak


“sekitar....em.... jam 9” Goun melihat jam tangan yang ia kenakan


“lalu, sekarang jam?”

Belum sempat Goun menjawab, tiba – tiba pintu rumah sakit itu terdengar ada yang mengetuk. Goun beranjak membuka pintu, sedang Min-ah masih terbaring di ranjangnya.


“Hoya!” Goun senang bukan main, ia tak menyangka ini sudah yang ke sekian kalinya mengagumi betapa seringnya Howon mengunjungi Min-ah. Goun memberi jalan kemudian mengisyaratkan pada Min-ah bahwa ia akan keluar sebentar.

Sejenak di sana nampak hening, Min-ah hanya terus memandang ke dua tangannya yang saling menggenggam dan Howon yang masih termenung diam.


“aku sudah dengar beritanya--” Howon memulai berbicara tapi, tiba – tiba Min-ah . . .


“sudah jam berapa sekarang?” Tanyanya tanpa ada rasa ragu sedikit pun


“aapa?” Howon tercengang, “oh...jam 12 malam”


“oh...” jawab Min-ah pendek


“kau mau menceritakannya padaku?” tanya Howon akhirnya setelah merasa ada rasa canggung di sana


“cerita?” Ucap Min-ah masih bimbang. ‘Sebenarnya cerita untuk apa? untuk kenapa aku merasa menjaga jarak denganmu? Atau ulahku kemarin?’ batinnya. “oh...itu, hanya masih terasa berat” ucapnya datar


“kenapa?” tanya Howon agak ragu


“karena ada sesuatu di sana” Howon merasa Min-ah benar – benar tidak mau . . . . bercerita


“kau bisa menceritakannya padaku? Bukankah kita sahabat?” Howon merasa telah putus asa untuk membujuknya agar mau menceritakan mengapa ia bisa sampai pingsan


“andai kau ada di sana” Ucap Min-a sambil memejamkan mata. “tidak!” bantahnya “kau hanya perlu mengerti”


“apa ada hubungannya denganku?” Min-ah masih diam. “Atau ada hubungannya dengan bar yang terakhir kita datangi itu?” ia mulai membuka matanya pelan


“ada” Min-ah membalikkan badannya, memunggungi Howon. “tapi kau tak perlu tahu”


TBC........................................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar