Senin, 24 Juni 2013

Camera Has Stories



ff Lee Ho Won

Chapter 5

         Tepat pukul 10.00 malam, Howon sudah keluar dari apartemennya, sejenak ia melirik kamar nomor 29. Dilihatnya kamar itu masih terang benderang, ia yakin Min-ah masih di dalam.

“Song?” tanya Howon ragu, ia melihat temannya sedang berjalan terhuyun – huyun menaiki tangga

“Hey” sapa Song sambil mengacungkan sebotol miras ke atas, juga matanya mendongak ke arah Howon. Howon berlari menuruni tangga itu, dan membantu temannya berjan. Saat mereka sampai di depan pintu, nampak Howon melirik sekilas ke arah kamar Min-ah lagi, namun kamar itu tetap benderang.

“kenapa lagi kau ini?” tanya Howon pilu melihat sahabatnya mabuk berat lebih dari biasanya

“aaakuuu...haa..bis... ditoolak..kerjaa” jawab Song terbata – bata  

“ini minum dulu” Howon menyodorkan segelas air putih di tangan kiri Song, sementara tangan lainnya masih memegang botol miras. 

Perlahan Howon mengambil sebotol miras dari tangan kananya dan berhasil. Tak lama kemudian Song tertidur, Howon kembali beranjak pergi. Dilihatnya kembali kamar itu masih terang, ia tak tahu apakah Min-ah benar – benar pergi atau tidak. Untuk memastikannya, ia akan menengok.

“tok...tok...tok..” beberapa kali pintu diketuk tapi tak ada yang menjawab. Howon memencet nomor telfon Min-ah namun juga tersambung dan bunyi dering terdengar di dalam. Howon merasa lega, tapi masih merasa ada yang mengganjal.


            Gadis itu berpakaian seperti biasa, tak ada penampilan yang diubahnya sedikitpun. Make-up yang tipis, dengan baju panjang dan berjaket tebal, dan memakai sepatu bootnya. Ia berjalan namun tak ada seorang yang memperhatikan, ia bersyukur mereka sibuk dengan urusannya. Sejenak Min-ah menghela nafas panjang, ia merenggangkan pegangan dari tali tasnya. Min-ah memilih bangku yang pas untuknya duduk sambil menunggu Howon tiba. Setelah beberapa menit menunggu, seorang bartender menanyakan pesanannya, tapi Min-ah ragu, lalu ia berkata “tidak, aku akan memesan nanti” jawab Min-ah kaku sambil menunjukkan senyumnya


            Howon kembali masuk ke apartemennya, “mungkin, Min-ah sudah tertidur dan lupa mematikan lampu kamarnya” pikir Howon berjalan menuju sofa panjang kemudian membuka lembar demi lembar halaman buku novel.

“tok...tok..” Howon mendengar pintunya diketuk, segera ia meloncat dari tempat duduknya dan berjalan ke belakang pintu. Saat pintu dibuka, “Hay... sudah kuduga kau ada di rumah” kata Goun senang bukan main. Ia masuk meski Howon belum mempersilahkannya, tapi biar bagaimanapun ia tahu Howon tak akan menolaknya masuk. Goun menoleh ke arah Howon yang sekarang berada di belakangnya, “kau mencari sesuatu? Atau....TIDAK!!” pekik Goun membuat Song setengah sadar di ranjangnya, matanya berkedib sebentar kemudian tertidur kembali.

“Di mana Min-ah? Kau tidak bersamanya?” tanya Howon menunjuk pintu masuk setelah memastikan dari pintu itu ia tak melihat keberadaan seseorang di kamar 29, karena kamar itu begitu gelap.

“oo... kau mencarinya ku pikir.... APA? tentu saja aku takkan kemari bersamanya lagipula ia ada janji dengan seseorang”

“dengan siapa?” tanya Howon setengah sadar dari lamunanya dan masih tak bergerak dari tempatnya berdiri

“entahlah dia tak memberitahuku dan katanya ‘memulai sesuatu yang pernah menjadi mimpi buruk ...hm” Goun merasa tidak terlalu penting meneruskan kata – katanya tapi melihat reaksi Howon masih menunggu, menanti jawaban yang semoga tidak sesuai pada apa yang Howon pikirkan dan pada akhirnya, “di bar” bisiknya sambil melihat – lihat apartemen Howon yang terlihat nampak lebih besar dari miliknya. Ya mungkin karena Howon tak banyak membawa barang – barangnya. “di sini kau letakkan meja, buku , dan....” Goun tak henti – hentinya mengoceh. Howon tersadar akan sesuatu atau kemungkinan yang akan terjadi menimpa Min-ah bila ia berada di sana. Howon berlari sesegera mungkin agar ia ada di sampingnya, seseorang yang telah menunggunya hampir 30 menit di bar, seseorang yang pernah ia cintai dan kini sendirian disana. “Hey...Hoya, kau mau ke mana?” Suara Goun yang melengking bahkan tak terdengar baginya. Saat ini yang terpenting adalah bagaimana ia bisa memastikan dan percaya pada dirinya sendiri kalau Min-ah akan baik.

Howon tetap berlari, ia tak tahu pasti Min-ah benar – benar di sana tapi melihat tingkahnya akhir – akhir ini membuatnya yakin, lebih – lebih ia akan merasa bersalah bila kesanggupannya sendiri tak ia penuhi. Pintu masuk itu dijaga ketat, saat Howon hendak masuk tiba – tiba ....

“Hoya” matanya terbelalak. Seakan ia melihat sesosok malaikat turun dari surga, berdiri di hadapannya. Min-ah berjalan pelan, wajah tembam yang biasa menjadi bahan olok – olok karena terlihat bulat kini bahkan nampak lebih tua, ditambah lagi keringat dingin yang membasahi bajunya terlihat tidak nyaman dan seakan menjadi pemberat langkahnya hingga ia terjatuh.

Tepat saat ia akan jatuh Howon memegang badan mungilnya dan membiarkannya tertidur di pundaknya.

“Gumawo” bisik Min-ah pelan saat Howon membenarkan posisinya.

“Hm” jawab Howon tanpa melirik Min-ah

“Mianhe” kata Min-ah pelan. “ku kira kau tak datang” sambung Min-ah. “aku kesakitan” kata Min-ah tak jelas karena ia mulai terisak pelan. Howon hanya menepuk – nepuk punggung Min-ah, tapi Min-ah merasa itu lebih dari cukup untuk membuatnya tenang, bahkan ia merasa nyaman. “Lee Minho tidak datang” seru Min-ah mempererat pegangannya di leher Howon.
“benarkah?” tanya Howon berusaha menghiburnya. “hm... karena ada shooting mendadak” kali ini suaranya lepas, merasa peristiwa tadi menghilang dari ingatannya. “aku sungguh – sungguh” sambung Min-ah karena merasa Howon tertawa sebab ia tak percaya

“benarkah?” Howon berhenti di depan gedung berwarna abu – abu yang mungkin usianya sudah tua bahkan pernah gedung itu hampir digusur untuk pembangunan taman kota, tapi akhirnya juga tak jadi. “kau yakin sudah baikan?” tanya Howon saat membiarkan Min-ah turun dari punggungnya lalu berjalan menaiki tangga itu.

“Iya,” angguknya sambil tersenyum

“tanganmu?” Min-ah menoleh melihat tangannya yang sedang dipegang Howon.

“hanya tergores” kata Min-ah menarik tangannya kembali

“tunggu” Howon meminta Min-ah berhenti, “aku tahu seharusnya aku tak menanyakannya saat ini, karena ini bukanlah waktu yang tepat. Tapi, maukah kau ceritakan padaku apa yang tadi terjadi?” Howon sejenak ragu mengatakannya, tapi ia tak bisa menyimpan pertanyaannya yang sedari tadi ia tahan karena tak tega melihat Min-ah yang sudah tak berdaya. Min-ah turun perlahan, ia tahu ia juga tak bisa merahasiakannya dari Howon.

Min-ah duduk di tangga, sementara Howon berdiri bersandarkan dinding “aku hanya menunggu dan menunggu lalu...” suaranya mulai berat tuk dikeluarkan “aku ambil kameraku dari tas” Min-ah menatap Howon sejenak, lalu ragu akan melanjutkannya “mungkin, aku hanya mencoba segelas bir lalu aku mabuk dan terjatuh beberapakali” Min-ah tertawa. “kau masih tak percaya?”

Howon mengangguk tanda mengerti, sejujurnya anggukan itu berarti ‘aku tahu kau bohong’, “baiklah, sudah hampir tengah malam. Badanku sudah pegal dan aku harus beristirahat. Kau tau?” Min-ah menggeleng. “tidur adalah impian terindahku” matanya menyipit seolah – olah ia berkata serius

“ya, aku tahu karena kau artis” Min-ah berpaling menghadap dinding di sebelahnya, memalingkan wajahnya agar tidak menatap Howon langsung.  

“ok maaf, aku gak bilang” Howon menatap Min-ah sejenak lalu beranjak naik ke tangga sambil berkata, “dasar, memangnya aku gak ngetrend apa kamu yang gak up date”

Min-ah tersenyum di bawah cahaya lampu remang – remang. Dalam hatinya hari ini bukanlah hari buruk untung saja lampu itu tidak terang apalagi seterang kamarnya jadi wajah merahnya dapat ia sembunyikan.

TBC...............................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar