ff Lee Ho Won
Chapter 5
Tepat pukul 10.00 malam, Howon
sudah keluar dari apartemennya, sejenak ia melirik kamar nomor 29. Dilihatnya
kamar itu masih terang benderang, ia yakin Min-ah masih di dalam.
“Song?” tanya Howon ragu, ia
melihat temannya sedang berjalan terhuyun – huyun menaiki tangga
“Hey” sapa Song sambil mengacungkan
sebotol miras ke atas, juga matanya mendongak ke arah Howon. Howon berlari
menuruni tangga itu, dan membantu temannya berjan. Saat mereka sampai di depan
pintu, nampak Howon melirik sekilas ke arah kamar Min-ah lagi, namun kamar itu
tetap benderang.
“kenapa lagi kau ini?” tanya Howon
pilu melihat sahabatnya mabuk berat lebih dari biasanya
“aaakuuu...haa..bis... ditoolak..kerjaa”
jawab Song terbata – bata
“ini minum dulu” Howon menyodorkan
segelas air putih di tangan kiri Song, sementara tangan lainnya masih memegang
botol miras.
Perlahan Howon mengambil sebotol miras dari tangan kananya dan
berhasil. Tak lama kemudian Song tertidur, Howon kembali beranjak pergi.
Dilihatnya kembali kamar itu masih terang, ia tak tahu apakah Min-ah benar –
benar pergi atau tidak. Untuk memastikannya, ia akan menengok.
“tok...tok...tok..” beberapa kali
pintu diketuk tapi tak ada yang menjawab. Howon memencet nomor telfon Min-ah namun
juga tersambung dan bunyi dering terdengar di dalam. Howon merasa lega, tapi
masih merasa ada yang mengganjal.
Gadis
itu berpakaian seperti biasa, tak ada penampilan yang diubahnya sedikitpun.
Make-up yang tipis, dengan baju panjang dan berjaket tebal, dan memakai sepatu
bootnya. Ia berjalan namun tak ada seorang yang memperhatikan, ia bersyukur
mereka sibuk dengan urusannya. Sejenak Min-ah menghela nafas panjang, ia merenggangkan
pegangan dari tali tasnya. Min-ah memilih bangku yang pas untuknya duduk sambil
menunggu Howon tiba. Setelah beberapa menit menunggu, seorang bartender
menanyakan pesanannya, tapi Min-ah ragu, lalu ia berkata “tidak, aku akan memesan
nanti” jawab Min-ah kaku sambil menunjukkan senyumnya
Howon
kembali masuk ke apartemennya, “mungkin, Min-ah sudah tertidur dan lupa mematikan
lampu kamarnya” pikir Howon berjalan menuju sofa panjang kemudian membuka
lembar demi lembar halaman buku novel.
“tok...tok..” Howon mendengar
pintunya diketuk, segera ia meloncat dari tempat duduknya dan berjalan ke
belakang pintu. Saat pintu dibuka, “Hay... sudah kuduga kau ada di
rumah” kata Goun senang bukan main. Ia masuk meski Howon belum
mempersilahkannya, tapi biar bagaimanapun ia tahu Howon tak akan menolaknya
masuk. Goun menoleh ke arah Howon yang sekarang berada di belakangnya, “kau mencari sesuatu? Atau....TIDAK!!” pekik
Goun membuat Song setengah sadar di ranjangnya, matanya berkedib sebentar
kemudian tertidur kembali.
“Di mana Min-ah? Kau tidak
bersamanya?” tanya Howon menunjuk pintu masuk setelah memastikan dari pintu itu
ia tak melihat keberadaan seseorang di kamar 29, karena kamar itu begitu gelap.
“oo... kau mencarinya ku pikir....
APA? tentu saja aku takkan kemari bersamanya lagipula ia ada janji dengan
seseorang”
“dengan siapa?” tanya Howon setengah
sadar dari lamunanya dan masih tak bergerak dari tempatnya berdiri
“entahlah dia tak memberitahuku dan
katanya ‘memulai sesuatu yang pernah menjadi mimpi buruk ...hm” Goun merasa
tidak terlalu penting meneruskan kata – katanya tapi melihat reaksi Howon masih
menunggu, menanti jawaban yang semoga tidak sesuai pada apa yang Howon pikirkan
dan pada akhirnya, “di bar” bisiknya sambil melihat – lihat apartemen Howon
yang terlihat nampak lebih besar dari miliknya. Ya mungkin karena Howon tak
banyak membawa barang – barangnya. “di sini kau letakkan meja, buku , dan....”
Goun tak henti – hentinya mengoceh. Howon tersadar akan sesuatu atau kemungkinan
yang akan terjadi menimpa Min-ah bila ia berada di sana. Howon berlari sesegera
mungkin agar ia ada di sampingnya, seseorang yang telah menunggunya hampir 30
menit di bar, seseorang yang pernah ia cintai dan kini sendirian disana.
“Hey...Hoya, kau mau ke mana?” Suara Goun yang melengking bahkan tak terdengar
baginya. Saat ini yang terpenting adalah bagaimana ia bisa memastikan dan
percaya pada dirinya sendiri kalau Min-ah akan baik.
Howon tetap berlari, ia tak tahu
pasti Min-ah benar – benar di sana tapi melihat tingkahnya akhir – akhir ini
membuatnya yakin, lebih – lebih ia akan merasa bersalah bila kesanggupannya
sendiri tak ia penuhi. Pintu masuk itu dijaga ketat, saat Howon hendak masuk
tiba – tiba ....
“Hoya” matanya terbelalak. Seakan
ia melihat sesosok malaikat turun dari surga, berdiri di hadapannya. Min-ah
berjalan pelan, wajah tembam yang biasa menjadi bahan olok – olok karena
terlihat bulat kini bahkan nampak lebih tua, ditambah lagi keringat dingin yang
membasahi bajunya terlihat tidak nyaman dan seakan menjadi pemberat langkahnya
hingga ia terjatuh.
Tepat saat ia akan jatuh Howon
memegang badan mungilnya dan membiarkannya tertidur di pundaknya.
“Gumawo” bisik Min-ah pelan saat
Howon membenarkan posisinya.
“Hm” jawab Howon tanpa melirik
Min-ah
“Mianhe” kata Min-ah pelan. “ku
kira kau tak datang” sambung Min-ah. “aku kesakitan” kata Min-ah tak jelas
karena ia mulai terisak pelan. Howon hanya menepuk – nepuk punggung Min-ah,
tapi Min-ah merasa itu lebih dari cukup untuk membuatnya tenang, bahkan ia
merasa nyaman. “Lee Minho tidak datang” seru Min-ah mempererat pegangannya di
leher Howon.
“benarkah?” tanya Howon berusaha
menghiburnya. “hm... karena ada shooting mendadak”
kali ini suaranya lepas, merasa peristiwa tadi menghilang dari ingatannya. “aku
sungguh – sungguh” sambung Min-ah karena merasa Howon tertawa sebab ia tak
percaya
“benarkah?” Howon berhenti di depan
gedung berwarna abu – abu yang mungkin usianya sudah tua bahkan pernah gedung
itu hampir digusur untuk pembangunan taman kota, tapi akhirnya juga tak jadi.
“kau yakin sudah baikan?” tanya Howon saat membiarkan Min-ah turun dari
punggungnya lalu berjalan menaiki tangga itu.
“Iya,” angguknya sambil tersenyum
“tanganmu?” Min-ah menoleh melihat
tangannya yang sedang dipegang Howon.
“hanya tergores” kata Min-ah
menarik tangannya kembali
“tunggu” Howon meminta Min-ah
berhenti, “aku tahu seharusnya aku tak menanyakannya saat ini, karena ini
bukanlah waktu yang tepat. Tapi, maukah kau ceritakan padaku apa yang tadi
terjadi?” Howon sejenak ragu mengatakannya, tapi ia tak bisa menyimpan pertanyaannya
yang sedari tadi ia tahan karena tak tega melihat Min-ah yang sudah tak berdaya.
Min-ah turun perlahan, ia tahu ia juga tak bisa merahasiakannya dari Howon.
Min-ah duduk di tangga, sementara
Howon berdiri bersandarkan dinding “aku hanya menunggu dan menunggu lalu...” suaranya
mulai berat tuk dikeluarkan “aku ambil kameraku dari tas” Min-ah menatap Howon
sejenak, lalu ragu akan melanjutkannya “mungkin, aku hanya mencoba segelas bir
lalu aku mabuk dan terjatuh beberapakali” Min-ah tertawa. “kau masih tak
percaya?”
Howon mengangguk tanda mengerti,
sejujurnya anggukan itu berarti ‘aku tahu kau bohong’, “baiklah, sudah hampir
tengah malam. Badanku sudah pegal dan aku harus beristirahat. Kau tau?” Min-ah
menggeleng. “tidur adalah impian terindahku” matanya menyipit seolah – olah ia
berkata serius
“ya, aku tahu karena kau artis” Min-ah
berpaling menghadap dinding di sebelahnya, memalingkan wajahnya agar tidak menatap
Howon langsung.
“ok maaf, aku gak bilang” Howon
menatap Min-ah sejenak lalu beranjak naik ke tangga sambil berkata, “dasar, memangnya
aku gak ngetrend apa kamu yang gak up date”
Min-ah tersenyum di bawah cahaya
lampu remang – remang. Dalam hatinya hari ini bukanlah hari buruk untung saja
lampu itu tidak terang apalagi seterang kamarnya jadi wajah merahnya dapat ia
sembunyikan.
TBC...............................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar