Kamis, 20 Juni 2013

Camera Has Stories




Fanfiction
Cast : Lee Ho Won


Chapter 1
Camera Has Stories
            Mini bus mulai melaju, memperlihatkan rutinitas masyarakat Seoul dari balik jendela kaca. Tirai yang berayun pertanda bus telah melewati tikungan satu ke tikungan lainnya–hingga berhentilah bus itu di salah satu halte terdekat di ujung jalan. Nampak sepasang sepatu boot merah muda turun paling akhir. Sepatu mungil itu mulai berjalan dengan riangnya–terlihat beberapa lompatan kembali berdentum. Iringan musik jazz kian mengalun dari I-phone yang dipegangnya.
            Terdengar suara gaduh keluar dari belakang minimarket. Nampak kaki silih berganti berpijak di tanah. Sesekali nampak pula lompatan yang kian meninggi–diimbangi dengan sebuah ayunan tangan yang mendorong galon kaleng di depannya, hingga menimbulkan suara bising.
            Sepatu boot merah muda itu berhenti di depan minimarket. Kakinya mulai terangkat menaiki tanggga masuk. Dikeluarkannya selembar daftar menu belanja dari jaket hitam berbulu tebalnya itu. Jemarinya mulai meraba mencari apa yang tertulis dalam shoping list. Tanpa pikir panjang tangannya segera memutuskan untuk mengambil beberapa botol minuman kemasan kaleng yang ada di mesin pendingin. Tak lama kemudian boot itu keluar dari minimarket, kembali berjalan di atas trotoar namun tiba – tiba ia berhenti di depan gang minimarket. Seolah ada yang menarik di sana, mata sipitnya menatap lurus – lurus dua orang yang dilihatnya sedang berkelahi. Yang satu berjaket hitam dan yang satunya lagi berkaos warna putih dengan topi coklat menutupi matanya. Tanpa disadarinya ia, Min-ah terjatuh di atas aspal. Dengan wajah panik ia segera berdiri kemudian berlari, berlari entah kemana. Kali ini ia benar – benar bingung belum pernah ia menjajal jalanan sempit di Seoul, namun dengan satu gerakan gesit segera ia bersembunyi. Dalam hatinya ada perasaan bercampur aduk, antara bingung, kesal, dan takut. Ia tak tahu harus berbuat apa. Lagi, ia mencoba menenangkan pikirannya dengan memutar kembali I-Phonenya dan berjalan di gang gelap yang belum ia temukan ujungnya. Dan pada akhirnya ia berhenti, menyandarkan sejenak tubuhnya di dinding belakang sembari memeriksa keadaan barang dalam tasnya. Kamera, ia dapati lensanya tergores, tidak hanya itu saat ia menekan tombol on–kamera itu tidak mau menyala. “Duk” saat ia berbalik seseorang telah berdiri di belakangnya. Seperti pernah mengenal, Min-ah meloncatkan pandangan kesal pada pria bertopi itu, “KAU INI!” katanya tajam. Saat pria bertopi itu hendak melepas topinya tiba – tiba seseorang dari belakang mereka mendekat dan berlarilah Min-ah dan pria bertopi.
            Sampailah keduanya di depan taman kota. Min-ah segera melambaikan tangannya pertanda meminta bantuan pada orang – orang di sekitar mereka, bahwa ada bahaya mendekatinya. Namun, pria itu segera menghentikan aksinya, saat Min-ah sudah mengambil ancang – ancang untuk berteriak.
“jadi kau seorang pemalak?” tanya Min-ah ceplas – ceplos pada pria yang yang sedang meminta tas belanjanya “apa tak ada pekerjaan lain selain itu?!” Min-ah mulai memancing emosi si Pria, “o...jadi itu pekerjaan sampingan?”
“apa maksudmu?” si pria mendangakkan wajahnya setelah ia berhenti mengaduk –aduk tas belanja Min-ah
Tanpa menjawab, Min-ah segera mengenali wajahnya. “Hoya” terbesit dalam ingatannya.
“Kau tak punya minuman selain bir?” kata Howon sambil membuka kaleng bir. “Sudah berubah ya?” Howon meneguk birnya. “Kau tak mau duduk, setelah mengata - ngataiku” Howon menepuk bangku di sampingnya
“oh...” Min-ah tersadar dari lamunan panjangnya. Ia segera duduk namun seperti orang kikuk. “maaf” Min-ah tulus menyesal
“oh.. tak masalah, Choi Min-ah” Howon memandang Min-ah dan tersenyum meyakinkannya
“Tadi  itu apa?” Min-ah melihat mata Howon berubah terkejut, “maksudku, saat kau ada di gang minimarket”. Min-ah mulai merasa ada kekakuan di bola matanya segera Min-ah, “iya, lama tak bertemu, sudah dua tahun sejak terakhir kuliah”
“Iya, lalu ada perlu apa kau kemari?”
“Masalah pekerjaan, aku bekerja di SMI Entertaiment bagian fotografi”
“benarkah, wah.... adik kecil sudah tumbuh besar ya” Min-ah tersenyum masam, ia melonjak berdiri menyingkirkan telapak tangan Howon yang mulai mengusap – usap rambutnya.
“kau sendiri? Apa pekerjaanmu?” tanya Min-ah ceplas – ceplos
Sejenak, Howon memandang ke bawah kemudian, barulah ia metap Min-ah dan berkata, “seperti biasa,” kali ini, Howon kaget melihat reaksi Min-ah yang tidak menyukai jawabannya
“haruskah aku menceramahimu lagi?” tanya Min-ah dengan nada tegas
“emm... boleh, aku suka melihatmu marah. hahaha....”
“itu tidak lucu, kalau kamu masih bekerja di tempat itu, entahlah itu tak akan menjamin keselamatanmu. Apa kau ingat terakhir kita masuk ke sana?”
Howon tahu akan hal itu, ia juga yakin bahaya jika ia bekerja di sana, namun ia tahu dimana – mana akan selalu ada persaingan. “em...ok, aku pergi dan terimakasih birnya”. Howon berdiri, meninggalkan kawan lamanya berdiri di sana.
Min-ah tampak ragu membalikkan badanya, ia merasa . . . diabaikan. Namun pada akhirnya Min-ah berbalik memandanginya hingga debu jalanan menelan bayangannya. 
TBC........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar