Fanfiction
Cast : Lee Ho Won
Chapter 1
Camera Has Stories
Mini
bus mulai melaju, memperlihatkan rutinitas masyarakat Seoul dari balik jendela
kaca. Tirai yang berayun pertanda bus telah melewati tikungan satu ke tikungan
lainnya–hingga berhentilah bus itu di salah satu halte terdekat di ujung jalan.
Nampak sepasang sepatu boot merah muda turun paling akhir. Sepatu mungil itu
mulai berjalan dengan riangnya–terlihat beberapa lompatan kembali berdentum.
Iringan musik jazz kian mengalun dari I-phone yang dipegangnya.
Terdengar
suara gaduh keluar dari belakang minimarket. Nampak kaki silih berganti berpijak
di tanah. Sesekali nampak pula lompatan yang kian meninggi–diimbangi dengan
sebuah ayunan tangan yang mendorong galon kaleng di depannya, hingga
menimbulkan suara bising.
Sepatu
boot merah muda itu berhenti di depan minimarket. Kakinya mulai terangkat
menaiki tanggga masuk. Dikeluarkannya selembar daftar menu belanja dari jaket
hitam berbulu tebalnya itu. Jemarinya mulai meraba mencari apa yang tertulis
dalam shoping list. Tanpa pikir panjang tangannya segera memutuskan untuk
mengambil beberapa botol minuman kemasan kaleng yang ada di mesin pendingin. Tak
lama kemudian boot itu keluar dari minimarket, kembali berjalan di atas trotoar
namun tiba – tiba ia berhenti di depan gang minimarket. Seolah ada yang menarik
di sana, mata sipitnya menatap lurus – lurus dua orang yang dilihatnya sedang
berkelahi. Yang satu berjaket hitam dan yang satunya lagi berkaos warna putih
dengan topi coklat menutupi matanya. Tanpa disadarinya ia, Min-ah terjatuh di
atas aspal. Dengan wajah panik ia segera berdiri kemudian berlari, berlari
entah kemana. Kali ini ia benar – benar bingung belum pernah ia menjajal
jalanan sempit di Seoul, namun dengan satu gerakan gesit segera ia bersembunyi.
Dalam hatinya ada perasaan bercampur aduk, antara bingung, kesal, dan takut. Ia
tak tahu harus berbuat apa. Lagi, ia mencoba menenangkan pikirannya dengan
memutar kembali I-Phonenya dan berjalan di gang gelap yang belum ia temukan
ujungnya. Dan pada akhirnya ia berhenti, menyandarkan sejenak tubuhnya di
dinding belakang sembari memeriksa keadaan barang dalam tasnya. Kamera, ia
dapati lensanya tergores, tidak hanya itu saat ia menekan tombol on–kamera itu
tidak mau menyala. “Duk” saat ia berbalik seseorang telah berdiri di
belakangnya. Seperti pernah mengenal, Min-ah meloncatkan pandangan kesal pada
pria bertopi itu, “KAU INI!” katanya tajam. Saat pria bertopi itu hendak
melepas topinya tiba – tiba seseorang dari belakang mereka mendekat dan
berlarilah Min-ah dan pria bertopi.
Sampailah
keduanya di depan taman kota. Min-ah segera melambaikan tangannya pertanda
meminta bantuan pada orang – orang di sekitar mereka, bahwa ada bahaya
mendekatinya. Namun, pria itu segera menghentikan aksinya, saat Min-ah sudah
mengambil ancang – ancang untuk berteriak.
“jadi kau seorang pemalak?” tanya
Min-ah ceplas – ceplos pada pria yang yang sedang meminta tas belanjanya “apa
tak ada pekerjaan lain selain itu?!” Min-ah mulai memancing emosi si Pria,
“o...jadi itu pekerjaan sampingan?”
“apa maksudmu?” si pria
mendangakkan wajahnya setelah ia berhenti mengaduk –aduk tas belanja Min-ah
Tanpa menjawab, Min-ah segera
mengenali wajahnya. “Hoya” terbesit dalam ingatannya.
“Kau tak punya minuman selain bir?”
kata Howon sambil membuka kaleng bir. “Sudah berubah ya?” Howon meneguk birnya.
“Kau tak mau duduk, setelah mengata - ngataiku” Howon menepuk bangku di
sampingnya
“oh...” Min-ah tersadar dari lamunan
panjangnya. Ia segera duduk namun seperti orang kikuk. “maaf” Min-ah tulus
menyesal
“oh.. tak masalah, Choi Min-ah”
Howon memandang Min-ah dan tersenyum meyakinkannya
“Tadi itu apa?” Min-ah melihat mata Howon berubah
terkejut, “maksudku, saat kau ada di gang minimarket”. Min-ah mulai merasa ada
kekakuan di bola matanya segera Min-ah, “iya, lama tak bertemu, sudah dua tahun
sejak terakhir kuliah”
“Iya, lalu ada perlu apa kau
kemari?”
“Masalah pekerjaan, aku bekerja di
SMI Entertaiment bagian fotografi”
“benarkah, wah.... adik kecil sudah
tumbuh besar ya” Min-ah tersenyum masam, ia melonjak berdiri menyingkirkan
telapak tangan Howon yang mulai mengusap – usap rambutnya.
“kau sendiri? Apa pekerjaanmu?”
tanya Min-ah ceplas – ceplos
Sejenak, Howon memandang ke bawah
kemudian, barulah ia metap Min-ah dan berkata, “seperti biasa,” kali ini, Howon
kaget melihat reaksi Min-ah yang tidak menyukai jawabannya
“haruskah aku menceramahimu lagi?”
tanya Min-ah dengan nada tegas
“emm... boleh, aku suka melihatmu
marah. hahaha....”
“itu tidak lucu, kalau kamu masih
bekerja di tempat itu, entahlah itu tak akan menjamin keselamatanmu. Apa kau
ingat terakhir kita masuk ke sana?”
Howon tahu akan hal itu, ia juga yakin
bahaya jika ia bekerja di sana, namun ia tahu dimana – mana akan selalu ada
persaingan. “em...ok, aku pergi dan terimakasih birnya”. Howon berdiri,
meninggalkan kawan lamanya berdiri di sana.
Min-ah tampak ragu membalikkan badanya,
ia merasa . . . diabaikan. Namun pada akhirnya Min-ah berbalik memandanginya
hingga debu jalanan menelan bayangannya.
TBC........
TBC........


Tidak ada komentar:
Posting Komentar