Kamis, 27 Juni 2013

Camera Has Stories



ff Lee Ho Won

Chapter 7

      Pagi yang berlalu secepat angin berhembus. Sudah pukul 9 pagi tapi Goun masih tertidur padahal ia tidur mulai jam 9 malam. Min-ah mengeluarkan beberapa sayuran dari tas belanjaannya. Memotong satu per satu wortel kemudian sawi dan seterusnya karena pagi ini ia ingin makan sup udang.

Bau masakan itu mulai menyerbak keseluruh ruangan hingga membangunkan Goun dari tidur pulasnya.

“masak? Sungguh keajaiban!” Goun berjalan menuju ruang depan. Di sana tertata buku – buku jurnal dan sebuah meja kecil di tengah ruangan serta sebuah lampu penerangan.

“sudah bangun rupanya” Min-ah meletakkan semangkuk sup di nampan dan mulai membawanya. “manjur ya... supku bisa membangunkanmu” Min-ah tersenyum ringan meletakkan nampan itu di tengah meja mungil sedangkan Goun membalas dengan senyuman masam.

“kau bilang tadi malam apa? ‘memutuskanku’ ?” Min-ah mulai bertanya pelan tapi bagi Goun itu sama saja seperti mencurigainya

“apa maksudmu?” Goun meletakkan sup yang baru saja ia cicipi

“kau berkata pada Song tentang kata ‘putus’ ” nah, sekarang Goun merasa diinterogasi  

“ya, benar dia mantanku” Min-ah salah, ia pikir Goun akan sesulit apa yang ia bayangkan tapi tidak Goun malah langsung memberitahunya.

“benarkah?” Min-ah membenarkan posisi duduknya. “kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya?” Min-ah menopang dagunya dengan kedua telapak tangan,

“karena ku pikir kau tak perlu tahu” Goun menjawab singkat tapi wajah Min-ah sungguh memelas, bahkan air mukanya sekarang mirip seorang anak yang ingin mendengar kisah bahagia bagaimana ibunya dapat bertemu dengan ayahnya. “sungguh, tak ada apa – apa” Goun melihat Min-ah masih menanti kata – katanya “kau masih tak percaya?!” Min-ah mengerti nada tegas itu bahkan ia tahu apa yang akan dilakukan Goun bila ia terus bertanya, jadi lebih baik . . .

“bagaimana supku?” Min-ah tersenyum lagi – lagi ia memejamkan matanya seakan ada kebanggaan dari keberhasilannya dalam memasak

“lebih buruk dari yang ku bayangkan” Goun melahap habis semangkuk sup dalam  sekali sedu

“lalu kenapa bisa habis? Kelaparan?” Goun mengangguk kemudian Min-ah berdiri dan berkata “baiklah nikmati saja sup itu, sebenarnya aku hanya membeli kemudian memanasinya hahaha...” Min-ah berkata jujur, benar – benar jujur

“tapi tadi aku mendengarmu memotong – motong sesuatu?”

“oh..itu, hehehe” Min-ah meringis “bukan aku tapi Hoya” kali ini senyumnya benar – benar natural

“kau bilang membeli? Gimana sih? Kok ada Hoya?” Goun benar – benar bingung sekarang

“anggap saja aku membelinya dari Hoya” Min-ah membuka handphonenya yang tadi sempat berdering saat ia dan Goun makan bersama. Nampak nama ‘Lee Howon’ tertera di layar ponselnya, kemudian ia membalas pesan itu dengan sebuah motion senyum.

“jadi? Hoya benar datang ke sini tadi?” Min-ah mengangguk “kenapa gak bangunin aku?!” Goun mengeluh kesal

“kamu sendirikan yang bilang gak mau dibangunin tapi pengennya bangun sendiri aja?” bantah Min-ah agak jengkel dengan sikap Goun

“tapi lain kalau tahu gini masalahnya” Goun masih kesal tapi nada bicaranya mulai menurun

“Hm... lagian Hoya juga cuma sebentar kok, tadinya aku emang masak sendiri tapi rasanya aneh trus aku telfon Hoya. Dia sendiri yang mau” Goun melongo “ya, tapi ada syarat sih...” Goun mulai menyimak cerita dari Min-ah “katanya aku harus datang ke taman kota”

“kapan?” ucap Goun tak sadar

“nanti siang sekitar jam dua belasan” jawab Min-ah terus terang. Goun memegang dagunya dengan satu tangan kemudian mengangguk – angguk seolah sedang memahami situasi yang dialami Min-ah

“oh, sekalian kamu ajak Hoya ke kantor” ucap Goun bersemangat, tapi “tapi kenapa harus Hoya?” Goun mulai kecewa pada pendapatnya sendiri.

“Tenang saja, ini demi jurnalmu dan tugasku memotret...” Min-ah menanti Goun untuk bersama – sama menyeru sebuah nama. . .

“Lee Min Ho” ucap keduanya bebarengan 


****************************************************************************************************************



        “Hey, Song kau mau pergi sekarang?” Howon bertanya saat Song mulai menutup resleting tas gendongnya di kamar


“tentu, aku sudah diterima, tapi masih dibilang magang” kata Song dengan senyum ramahnya. Wajahnya berubah 180° dari semula, apalagi senyumnya. Senyumnya benar – benar manis, semanis senyum Kim Sang Beom.


“lalu, kapan kau pulang?” tanya Hoya membantu membawakan laptop Song


“besok malam” ucap Song dengan nada menyesal ketika memasukkan laptop kesayangannya ke dalam tas yang satunya


“kau tak perlu khawatir” Howon menepukkan komik yang habis ia baca di ruang depan TV pada bahu Song.


“tentu,” Song mengangkat tas gendongnya dibantu Howon mengangkat tas yang satu lagi. Mereka menuju pintu depan kemudian menuruni tangga dan melepas kata selamat tinggal saat truk pengangkut barang mulai bergerak “semoga harimu menyenangkan” Song melambaikan tangannya kuat – kuat layaknya anak usia 10 tahun yang sedang mengikuti piknik. Song memang aneh seperti memiliki dua kepribadian, tapi sebenarnya ia orang yang baik itu pendapat bagi orang yang mengenalnya.


         Tengah hari, Howon berjalan santai menghampiri bangku itu yang hanya diisi oleh seorang perempuan yang aneh dandanannya. Yaitu memakai busana malam dengan rok sepanjang lutut, atasan baju tanpa lengan dan balutan warna yang coraknya kurang padu, warna kuning dan hitam.


“pakaian apa itu?” tanya Howon tak menatap Min-ah, pandangannya lurus kedepan di mana di sana hanya ada dua buah ayunan.


“apa aneh?” tanya Min-ah ragu, kemudian ia melihat respon dari anggukan Howon. “benarkah?” Min-ah memakai kembali jaket yang ia pegang di pangkuannya


“kau ini sedang apa?” tanya Howon sekilas menatapnya


“aku..” Min-ah mencoba memberi jawaban yang tak biasa “aku sedang dating” Howon ragu menoleh ke arahnya, tapi akhirnya


“kau demam” Howon tersenyum, senyum yang manis bahkan Min-ah seakan baru pertama kali melihatnya tersenyum


“demam dengan wawancara Lee Min Ho” Min-ah melonjak berdiri kemudian meletakkan kedua tangannya di pipi


“kapan wawancaranya?” tanya Howon membuyarkan lamunan Min-ah


“besok” kata Min-ah tegas kemudian duduk lagi


“lalu? Bagaimana dengan perjanjiannya?” tanya Howon bercanda, nadanya benar – benar bukanlah seperti seorang penagih janji.


“oh..em” Min-ah berpikir sejenak lalu . . .


“sudahlah...bisa kapan saja” Howon tersenyum, menyadarkan Min-ah betapa menyakitkan sebuah kata ‘penyesalan’. Menyesal karena harus menunda memenuhi janjinya pada Howon, menyesal juga bila ia tak datang dalam tugasnya itu, tapi . . .


“maaf, aku hanya melakukan itu demi tugas lalu aku bisa membayar hutangku atas kedatanganmu membatuku memasak sup udang” jawab Min-ah dengan menyesal tapi ia berusaha menutupinya dengan semangat untuk bertemu Lee Min Ho. Ya, sebenarnya Min-ah akan memberi imbalan apa saja karena pagi tadi Howon telah membantunya memasak sup udang untuknya, dan Howon hanya meminta ia menemani pergi ke beberapa tempat di Seoul.


“ok. Aku maafin” Howon meletakkan tangan kanannya di atas sandaran bangku untuk menopang kepalanya sedang tangan satunya memegang ponsel yang sedari tadi diam tak bersuara. “lalu ada perlu apa kau memintaku kemari?” tanya Howon memejamkan matanya


“menemaniku pergi ke kantor” jawab Min-ah dengan santainya


“kenapa?”


“Goun tidak bisa”


“aku sibuk sekarang”


“ayolah, please”


“tidak ada orang yang mau dibayar gratis”


“kau mau aku bayar berapa?”


“apa sepenting itu?”


“tentu saja, gimana aku bisa wawancara kalau kamera sendiri gak punya?” Min-ah keenceran kata – kata bahkan untuk berbohong ia lupa lagi


“apa? kameramu hilang?” Howon membuka matanya cepat, seolah ada yang membunyikan terompet di sampingnya.


“aku tahu, mianhe” kata Min-ah lagi hanya bisa berkata maaf. Sebelumnya ia tidak pernah mendengar kata kasar dari Howon, itu juga tidak bisa disebut kasar, ia hanya kha-wa-tir. “maaf, sudah menghilangkan kameramu” Min-ah mengulurkan sekaleng bir dari saku jaketnya


“dasar, memangnya bir bisa menyelesaikan masalah?” Min-ah menggeleng “kau juga sering minum bir?!” Min-ah menggeleng cepat


“tidak ini bukan bir ku, ini juga bukan jaketku. Percayalah. Aku hanya mengambil bir ini di dalam saku jaket milik Goun” Min-ah mengacungkan birnya dan memegang jaket. Howon masih nampak ragu untuk percaya ucapan Min-ah. Min-ah sendiri juga tak peduli bila ada orang yang menganggapnya buruk percaya atau tidak, tapi entah kali ini ia perlu menjaga kepercayaan orang yang satu ini, ia tak mau kehilangan lagi, tak mau lagi. “o.ya kau juga bisa mengajak temanmu itu? Siapa namanya?”


“oh...Song” ucapnya sambil melirik ponselnya yang bergetar


“angkat saja” saran Min-ah


“Sebentar” Min-ah mengangguk kemudian Howon berdiri. “ya halo......” Min-ah tetap duduk di bangku itu sambil membolak – balikkan sekaleng birnya dan sesekali mendengarkan pembicaraan Howon yang terdengar sedang asyik membicarakan sesuatu. “ok,” Howon menutup telfonnya mengakhiri pembicaraan itu, lagi – lagi dengan sebuah senyuman yang sama yang tadi tertuju pada Min-ah sekarang pada seseorang entah di mana


“Siapa?” tanya Min-ah acuh tak acuh


“manajer” Howon masih tetap berdiri, seakan ia akan segera pergi


“wanita ya?” tebak Min-ah. Ia merasa candaanya sendiri terdengar kaku


“Hm” Howon mengangguk. Tiba – tiba secara tak sadar lututnya bersentuhan dengan kaki Howon. Ia merasa tak pernah berbicara sedekat ini, kenapa? Ada sesuatu dipikirannya? Apa itu? “Hey!!” kata Howon sambil memegang bahu kanan Min-ah


Min-ah tersentak, “ya”


“aku bilang ‘aku tak bisa lama – lama jadi aku akan pergi dulu’” Howon mengulang kata – katanya untuk yang kedua kali, ternyata sebelumnya ia sudah berpamitan tapi Min-ah tak memberi respon sama sekali.


“iya, maaf. Baiklah aku juga harus menemani Goun sekarang” Min-ah bergeser sedikit agar bisa berdiri lalu memberi hormat meski dengan kikuknya.


“Hm, hati - hati” Howon berbalik dan berjalan berlawanan arah dengan Min-ah. Ia memang sudah ada janji dengan manajernya tapi setelah itu ia akan segera menemani Min-ah mengambil kamera di kantornya. Ia berharap waktu dapat berjalan sesuai rencana.

TBC...........................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar