ff Lee Ho Won
Chapter 7
Pagi yang berlalu secepat angin
berhembus. Sudah pukul 9 pagi tapi Goun masih tertidur padahal ia tidur mulai
jam 9 malam. Min-ah mengeluarkan beberapa sayuran dari tas belanjaannya.
Memotong satu per satu wortel kemudian sawi dan seterusnya karena pagi ini ia
ingin makan sup udang.
Bau masakan itu mulai menyerbak
keseluruh ruangan hingga membangunkan Goun dari tidur pulasnya.
“masak? Sungguh keajaiban!” Goun
berjalan menuju ruang depan. Di sana tertata buku – buku jurnal dan sebuah meja
kecil di tengah ruangan serta sebuah lampu penerangan.
“sudah bangun rupanya” Min-ah
meletakkan semangkuk sup di nampan dan mulai membawanya. “manjur ya... supku
bisa membangunkanmu” Min-ah tersenyum ringan meletakkan nampan itu di tengah
meja mungil sedangkan Goun membalas dengan senyuman masam.
“kau bilang tadi malam apa?
‘memutuskanku’ ?” Min-ah mulai bertanya pelan tapi bagi Goun itu sama saja
seperti mencurigainya
“apa maksudmu?” Goun meletakkan sup
yang baru saja ia cicipi
“kau berkata pada Song tentang kata
‘putus’ ” nah, sekarang Goun merasa diinterogasi
“ya, benar dia mantanku” Min-ah
salah, ia pikir Goun akan sesulit apa yang ia bayangkan tapi tidak Goun malah
langsung memberitahunya.
“benarkah?” Min-ah membenarkan
posisi duduknya. “kenapa kau tidak memberitahuku sebelumnya?” Min-ah menopang
dagunya dengan kedua telapak tangan,
“karena ku pikir kau tak perlu
tahu” Goun menjawab singkat tapi wajah Min-ah sungguh memelas, bahkan air
mukanya sekarang mirip seorang anak yang ingin mendengar kisah bahagia
bagaimana ibunya dapat bertemu dengan ayahnya. “sungguh, tak ada apa – apa”
Goun melihat Min-ah masih menanti kata – katanya “kau masih tak percaya?!”
Min-ah mengerti nada tegas itu bahkan ia tahu apa yang akan dilakukan Goun bila
ia terus bertanya, jadi lebih baik . . .
“bagaimana supku?” Min-ah tersenyum
lagi – lagi ia memejamkan matanya seakan ada kebanggaan dari keberhasilannya dalam
memasak
“lebih buruk dari yang ku bayangkan” Goun melahap habis semangkuk sup dalam sekali sedu
“lalu kenapa bisa habis?
Kelaparan?” Goun mengangguk kemudian Min-ah berdiri dan berkata “baiklah
nikmati saja sup itu, sebenarnya aku hanya membeli kemudian memanasinya
hahaha...” Min-ah berkata jujur, benar – benar jujur
“tapi tadi aku mendengarmu memotong
– motong sesuatu?”
“oh..itu, hehehe” Min-ah meringis
“bukan aku tapi Hoya” kali ini senyumnya benar – benar natural
“kau bilang membeli? Gimana sih?
Kok ada Hoya?” Goun benar – benar bingung sekarang
“anggap saja aku membelinya dari
Hoya” Min-ah membuka handphonenya yang tadi sempat berdering saat ia dan Goun
makan bersama. Nampak nama ‘Lee Howon’ tertera di layar ponselnya, kemudian ia
membalas pesan itu dengan sebuah motion senyum.
“jadi? Hoya benar datang ke sini
tadi?” Min-ah mengangguk “kenapa gak bangunin aku?!” Goun mengeluh kesal
“kamu sendirikan yang bilang gak
mau dibangunin tapi pengennya bangun sendiri aja?” bantah Min-ah agak jengkel
dengan sikap Goun
“tapi lain kalau tahu gini
masalahnya” Goun masih kesal tapi nada bicaranya mulai menurun
“Hm... lagian Hoya juga cuma
sebentar kok, tadinya aku emang masak sendiri tapi rasanya aneh trus aku telfon
Hoya. Dia sendiri yang mau” Goun melongo “ya, tapi ada syarat sih...”
Goun mulai menyimak cerita dari Min-ah “katanya aku harus datang ke taman kota”
“kapan?” ucap Goun tak sadar
“nanti siang sekitar jam dua belasan”
jawab Min-ah terus terang. Goun memegang dagunya dengan satu tangan kemudian
mengangguk – angguk seolah sedang memahami situasi yang dialami Min-ah
“oh, sekalian kamu ajak Hoya ke
kantor” ucap Goun bersemangat, tapi “tapi kenapa harus Hoya?” Goun mulai kecewa
pada pendapatnya sendiri.
“Tenang saja, ini demi jurnalmu dan
tugasku memotret...” Min-ah menanti Goun untuk bersama – sama menyeru sebuah
nama. . .
“Lee Min Ho” ucap keduanya bebarengan
****************************************************************************************************************
“Hey, Song kau mau pergi sekarang?”
Howon bertanya saat Song mulai menutup resleting tas gendongnya di kamar
“tentu, aku sudah diterima, tapi
masih dibilang magang” kata Song dengan senyum ramahnya. Wajahnya berubah 180° dari semula, apalagi senyumnya. Senyumnya
benar – benar manis, semanis senyum Kim Sang Beom.
“lalu, kapan kau pulang?” tanya Hoya membantu
membawakan laptop Song
“besok malam” ucap Song dengan nada
menyesal ketika memasukkan laptop kesayangannya ke dalam tas yang satunya
“kau tak perlu khawatir” Howon
menepukkan komik yang habis ia baca di ruang depan TV pada bahu Song.
“tentu,” Song mengangkat tas
gendongnya dibantu Howon mengangkat tas yang satu lagi. Mereka menuju pintu
depan kemudian menuruni tangga dan melepas kata selamat tinggal saat truk
pengangkut barang mulai bergerak “semoga harimu menyenangkan” Song melambaikan
tangannya kuat – kuat layaknya anak usia 10 tahun yang sedang mengikuti piknik.
Song memang aneh seperti memiliki dua kepribadian, tapi sebenarnya ia orang
yang baik itu pendapat bagi orang yang mengenalnya.
Tengah hari, Howon berjalan santai
menghampiri bangku itu yang hanya diisi oleh seorang perempuan yang aneh
dandanannya. Yaitu memakai busana malam dengan rok sepanjang lutut, atasan baju
tanpa lengan dan balutan warna yang coraknya kurang padu, warna kuning dan
hitam.
“pakaian apa itu?” tanya Howon tak
menatap Min-ah, pandangannya lurus kedepan di mana di sana hanya ada dua buah
ayunan.
“apa aneh?” tanya Min-ah ragu,
kemudian ia melihat respon dari anggukan Howon. “benarkah?” Min-ah memakai
kembali jaket yang ia pegang di pangkuannya
“kau ini sedang apa?” tanya Howon
sekilas menatapnya
“aku..” Min-ah mencoba memberi
jawaban yang tak biasa “aku sedang dating” Howon ragu menoleh ke arahnya, tapi
akhirnya
“kau demam” Howon tersenyum, senyum
yang manis bahkan Min-ah seakan baru pertama kali melihatnya tersenyum
“demam dengan wawancara Lee Min Ho”
Min-ah melonjak berdiri kemudian meletakkan kedua tangannya di pipi
“kapan wawancaranya?” tanya Howon
membuyarkan lamunan Min-ah
“besok” kata Min-ah tegas kemudian
duduk lagi
“lalu? Bagaimana dengan
perjanjiannya?” tanya Howon bercanda, nadanya benar – benar bukanlah seperti
seorang penagih janji.
“oh..em” Min-ah berpikir sejenak
lalu . . .
“sudahlah...bisa kapan saja” Howon
tersenyum, menyadarkan Min-ah betapa menyakitkan sebuah kata ‘penyesalan’.
Menyesal karena harus menunda memenuhi janjinya pada Howon, menyesal juga bila
ia tak datang dalam tugasnya itu, tapi . . .
“maaf,
aku hanya melakukan itu demi
tugas lalu aku bisa membayar hutangku atas kedatanganmu membatuku
memasak sup udang”
jawab Min-ah dengan menyesal tapi ia berusaha menutupinya dengan
semangat untuk
bertemu Lee Min Ho. Ya, sebenarnya Min-ah akan memberi imbalan apa saja
karena pagi tadi Howon telah membantunya memasak sup udang untuknya, dan
Howon hanya
meminta ia menemani pergi ke beberapa tempat di Seoul.
“ok. Aku maafin” Howon meletakkan
tangan kanannya di atas sandaran bangku untuk menopang kepalanya sedang tangan
satunya memegang ponsel yang sedari tadi diam tak bersuara. “lalu ada perlu apa
kau memintaku kemari?” tanya Howon memejamkan matanya
“menemaniku pergi ke kantor” jawab
Min-ah dengan santainya
“kenapa?”
“Goun tidak bisa”
“aku sibuk sekarang”
“ayolah, please”
“tidak ada orang yang mau dibayar
gratis”
“kau mau aku bayar berapa?”
“apa sepenting itu?”
“tentu saja, gimana aku bisa
wawancara kalau kamera sendiri gak punya?” Min-ah keenceran kata – kata bahkan
untuk berbohong ia lupa lagi
“apa? kameramu hilang?” Howon
membuka matanya cepat, seolah ada yang membunyikan terompet di sampingnya.
“aku tahu, mianhe” kata Min-ah lagi
hanya bisa berkata maaf. Sebelumnya ia tidak pernah mendengar kata kasar dari
Howon, itu juga tidak bisa disebut kasar, ia hanya kha-wa-tir. “maaf, sudah
menghilangkan kameramu” Min-ah mengulurkan sekaleng bir dari saku jaketnya
“dasar, memangnya bir bisa
menyelesaikan masalah?” Min-ah menggeleng “kau juga sering minum bir?!” Min-ah
menggeleng cepat
“tidak ini bukan bir ku, ini juga
bukan jaketku. Percayalah. Aku hanya mengambil bir ini di dalam saku jaket
milik Goun” Min-ah mengacungkan birnya dan memegang jaket. Howon masih nampak
ragu untuk percaya ucapan Min-ah. Min-ah sendiri juga tak peduli bila ada
orang yang menganggapnya buruk percaya atau tidak, tapi entah kali ini ia perlu
menjaga kepercayaan orang yang satu ini, ia tak mau kehilangan lagi, tak mau
lagi. “o.ya kau juga bisa mengajak temanmu itu? Siapa namanya?”
“oh...Song” ucapnya sambil melirik
ponselnya yang bergetar
“angkat saja” saran Min-ah
“Sebentar” Min-ah mengangguk
kemudian Howon berdiri. “ya halo......” Min-ah tetap duduk di bangku itu sambil
membolak – balikkan sekaleng birnya dan sesekali mendengarkan pembicaraan Howon
yang terdengar sedang asyik membicarakan sesuatu. “ok,” Howon menutup telfonnya
mengakhiri pembicaraan itu, lagi – lagi dengan sebuah senyuman yang sama yang
tadi tertuju pada Min-ah sekarang pada seseorang entah di mana
“Siapa?” tanya Min-ah acuh tak acuh
“manajer” Howon masih tetap
berdiri, seakan ia akan segera pergi
“wanita ya?” tebak Min-ah. Ia
merasa candaanya sendiri terdengar kaku
“Hm” Howon mengangguk. Tiba – tiba
secara tak sadar lututnya bersentuhan dengan kaki Howon. Ia merasa tak pernah
berbicara sedekat ini, kenapa? Ada sesuatu dipikirannya? Apa itu? “Hey!!” kata
Howon sambil memegang bahu kanan Min-ah
Min-ah tersentak, “ya”
“aku bilang ‘aku tak bisa lama –
lama jadi aku akan pergi dulu’” Howon mengulang kata – katanya untuk yang kedua
kali, ternyata sebelumnya ia sudah berpamitan tapi Min-ah tak memberi respon
sama sekali.
“iya, maaf. Baiklah aku juga harus
menemani Goun sekarang” Min-ah bergeser sedikit agar bisa berdiri lalu memberi
hormat meski dengan kikuknya.
“Hm, hati - hati” Howon berbalik
dan berjalan berlawanan arah dengan Min-ah. Ia memang sudah ada janji dengan
manajernya tapi setelah itu ia akan segera menemani Min-ah mengambil kamera di
kantornya. Ia berharap waktu dapat berjalan sesuai rencana.
TBC...........................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar