Minggu, 23 Juni 2013

Camera Has Stories



ff Lee Ho Won

Chapter 4
 
      Howon terbangun dari tidurnya yang panjang. Seperti biasa ia kemudian membereskan kamarnya yang berantakan. Dari pintu depan kamarnya, ia mendengar alunan musik jazz yang mungkin dinyalakan dari komputer Song, apa mungkin? Song dari dulu memang suka musik, apapun itu tapi tak pernah Howon melihat Song mendengarkan musik selamban itu.
Howon mendekat dan berhenti di depan pintu sambil menyilangkan ke dua tangannya di depan dada “semalam kau tidak tidur?” tanya Howon pada teman sekamarnya itu,

“Hey” sapa Song, kemudian mematikan komputernya “kau sendiri, baru bangun jam 9 pagi? Kenapa?”

“kenapa? entahlah” Howon mengangkat bahunya lalu berjalan menekan tombol ‘on’ pada TV kemudian duduk bersila sambil menyandarkan punggungnya di sofa panjang.

“kau tahu? kau punya kekasih yang payah” Howon diam, ia tahu Song akan menertawakannya dan menganggap hal itu benar jika ia mengelak. “kau harus hati – hati, aku yakin dia bukanlah tipemu” Song tertawa kegelian. Seakan tawanya menghapus masalah yang pernah menimpanya, dan wajah garangnya berubah jenaka. Mustahil?

“siapa yang kau maksud?” tanya Howon acuh tak acuh menatap layar TV

“gadis bodoh yang tersesat kemari” kali ini tawa Song berubah menyeramkan, seakan dimatanya ada rasa benci dan entah....

“apa itu Min-ah?” tanya Howon.

“tentu saja, anak bodoh dan kelakuannya yang menggelikan”

“jangan kau katakan kau marah karena ia memukulmu. Ia hanya trauma dan sebenarnya ia tak tersesat dan tak perlu ada yang dipersalahkan” kata Howon sungguh – sungguh, kali ini mata Howon memandang serius pada Song

“kau tak akan percaya ini, kemarilah” ajak Song ke mejanya. Meja yang di sana terdapat komputer Song dan beberapa buku yang tertata rapi.

“hentikan Song, seharusnya kau jangan melakukan apa – apa, agar dia dapat menerimamu sebagai tetangga”

“tapi, ini....." Song terdiam sejenak, ia memilih untuk tidak melanjutkan kata - katanya. "ok” Song mengangkat kedua tangannya ke atas. “aku keluar, semoga harimu menyenangkan” Song berlalu begitu saja, membuka pintu apartemen dan menutupnya kembali.

“kau juga” teriak Howon yakin Song masih mendengarnya meski pintu telah ditutup
Pembicaraan itu hanya berlangsung beberapa menit. Howon merasa ada yang berbeda dengan Song tapi ia yakin Song dapat mengatasinya sendiri. Howon mematikan TV karena merasa tak ada cenel yang memuat berita bagus. Ia pergi keluar dari apartemennya, mungkin ia hanya keluar untuk jalan – jalan.
          

“Hoya!” sapa Goun dari ujung sana, kamar nomor 29. Tangannya melambai – lambai pada Howon, tapi Howon hanya membalasnya dengan sunggingan senyum sedang kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana jeansnya. Saat itu juga ia melihat Min-ah turun melalui tangga di depannya, karena tangga di lantai tiga itu hanya satu ya, apa boleh buat. Ia harus menghadapinya, paling juga hanya satu hari, cukup satu hari untuk pembebasan jiwa kawannya, Min-ah yang ia nilai sangat sensitif.

“Min-ah” Sapa Howon saat Min-ah berhenti untuk berbelok, karena tangga itu memang dibuat berkelak – kelok sehingga tidak jarang para penghuninya malah keasikan duduk disana.

“ya, ada apa?” tanya Min-ah tenang, sedang Howon merasa sangat bersalah. Ia pikir Min-ah akan memulai hari bisunya selama sehari ini, tapi ia malah bersikap tenanga setelah hari kemarin?

Howon turun tepat di samping Min-ah berdiri, dan mengucap “Mianhe” tepat setelah mengucap kata itu, Song datang kembali dengan membawa sekantong plastik minuman kemasan kaleng.

“untuk apa? seharusnya aku yang berterimakasih karena kau sudah menolongku, maksudku kami” jawab Min-ah riang sambil mengulurkan secarik kertas pada Howon. Song tetap berjalan hingga tepat lengannya menyenggol bahu Howon.

“ini...?” Howon belum sempat meneruskan kata-katanya dan 

“Annyeong” ucap Min-ah kembali turun. Sejenak Howon memperhatikan perilaku Min-ah yang sedikit menyimpang dari yang ia tahu. Pagi ini kenapa? Apa ia melakukan hal yang salah hingga membuat Min-ah canggung? Atau apa?

“Kau gak jadi pergi?” tanya Song memecah keheningan saat Min-ah berlalu. Howon berbalik, tersenyum dan sebelum turun ia mengucap

“aku ada keperluan sebentar” Song mengangguk tanda mengerti.

            Hari memang sudah tak pagi, rasanya berbeda jika ia pergi sendiri. Tadinya ia ingin mengajak Goun, tapi karena Goun sibuk dengan pekerjaan menulisnya mungkin, ia akan pergi dengan orang lain. Tujuan utamanya adalah taman kota yang terletak tak jauh dari apartemennya itu.

Min-ah berjalan – jalan di taman. Taman itu terlihat sepi, taman kota yang sunyi. Sebenarnya ia belum pernah ke Seoul, sejak ia dan orang tuanya pindah ke Busan dan hari ini adalah pertama kalinya ia mendapat kesempatan liburan, meski kemarin seharusnya ia ada waktu tapi entah ‘mungkin hari ini hari yang tepat’ pikirnya. Juga kamera yang ia bawa memang tak sekedar hiasan semata, ia bukanlah tipe orang yang suka difoto, tapi sebaliknya.

Saat Min-ah sedang asik memainkan lensa kameranya, dan Howon datang dari sampingnya
“kau ini” Min-ah melonjak dari bebatuan hias yang ia naiki

Howon tersenyum, tersenyum manis. “maaf” katanya berbalik memunggungi Min-ah

“kau akan datangkan?” tanya Min-ah masih mengintai orang – orang yang berlalu lalang di trotoar

“apa maksudmu? Kau bercanda atau apa?” tanya Howon serius

“tidak, aku serius” sekilas cahaya blitz mengarah pada Howon

“hey..., jangan sembarangan mengambil fotoku” Howon merapikan kembali jas dan topinya berharap tak ada orang yang melihatnya

“aku tunggu, dan jangan sampai terlambat” Min-ah berlalu tapi Howon berhasil menarik tas gendongnya

“kenapa kau....” Howon terhenti, seperti ada beban menimpa dirinya

“kau sendiri yang mengajariku” Min-ah bergeser dan melepas tasnya dari pegangan Howon. “kau bilang ‘kau tak akan mampu keluar bila tak menghadapinya’, itukan ucapanmu dulu?!”

“entahlah, aku merasa kau tak perlu melakukannya” Howon terdiam sejenak, sementara  Min-ah memegang erat tali kameranya yang ia gantung di leher. “karena aku....” Min-ah menanti jawaban Howon, matanya melebar menanti alasan tepat seperti yang ia mau untuk ia simak, “karena aku tak bekerja lagi di sana, jadi tak dapat diskon” Howon tertawa, mungkin jika bukan Min-ah yang mendengar tawanya pasti akan membuatnya merasa ikut senang, tapi kali ini candaannya tak mampu meluluhkan emosi Min-ah.

Min-ah berbalik menatap kosong pada bangku taman di sana. “kau tak usah cemas, aku akan baik” gumamnya sendiri. Dengan cepat ia berbalik kembali, berusaha sekuat tenaga menampakkan seulas senyum “aku yang traktir” Howon terdiam kaku, “Lee Minho juga ada disana, promosi album baru” tambahnya. Min-ah tersenyum lepas tak sadar tangannya merangkul leher Howon. Tadinya ia hanya berharap Howon tidak mendengar ucapan awalnya tapi demi menutupi itu ia membawa nama aktor tampan Lee Minho yang tak jelas akan benar ada atau hanya khayalannya.

“oh...” Howon nampak tertegun, “iya, aku akan menjemputmu tepat jam 10 malam” tegas Howon sambil tersenyum

“tidak usah” Min-ah melepas rangkulannya, “lagipula, aku merasa lebih baik tidak perlu diantar” jawab Min-ah dengan usil, tangannya membawa topi yang Howon kenakan kemudian berlari sambil melambaikan tangannya.

“Hey!” Howon berlari mengejarnya.

TBC..............................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar