ff Lee Ho Won
Chapter 4
Howon terbangun dari tidurnya yang
panjang. Seperti biasa ia kemudian membereskan kamarnya yang berantakan. Dari
pintu depan kamarnya, ia mendengar alunan musik jazz yang mungkin dinyalakan
dari komputer Song, apa mungkin? Song dari dulu memang suka musik, apapun itu
tapi tak pernah Howon melihat Song mendengarkan musik selamban itu.
Howon mendekat dan berhenti di
depan pintu sambil menyilangkan ke dua tangannya di depan dada “semalam kau
tidak tidur?” tanya Howon pada teman sekamarnya itu,
“Hey” sapa Song, kemudian mematikan
komputernya “kau sendiri, baru bangun jam 9 pagi? Kenapa?”
“kenapa? entahlah” Howon mengangkat
bahunya lalu berjalan menekan tombol ‘on’ pada TV kemudian duduk bersila sambil
menyandarkan punggungnya di sofa panjang.
“kau tahu? kau punya kekasih yang
payah” Howon diam, ia tahu Song akan menertawakannya dan menganggap hal itu
benar jika ia mengelak. “kau harus hati – hati, aku yakin dia bukanlah tipemu”
Song tertawa kegelian. Seakan tawanya menghapus masalah yang pernah menimpanya,
dan wajah garangnya berubah jenaka. Mustahil?
“siapa yang kau maksud?” tanya
Howon acuh tak acuh menatap layar TV
“gadis bodoh yang tersesat kemari”
kali ini tawa Song berubah menyeramkan, seakan dimatanya ada rasa benci dan
entah....
“apa itu Min-ah?” tanya Howon.
“tentu saja, anak bodoh dan
kelakuannya yang menggelikan”
“jangan kau katakan kau marah
karena ia memukulmu. Ia hanya trauma dan sebenarnya ia tak tersesat dan tak
perlu ada yang dipersalahkan” kata Howon sungguh – sungguh, kali ini mata Howon
memandang serius pada Song
“kau tak akan percaya ini,
kemarilah” ajak Song ke mejanya. Meja yang di sana terdapat komputer Song dan
beberapa buku yang tertata rapi.
“hentikan Song, seharusnya kau
jangan melakukan apa – apa, agar dia dapat menerimamu sebagai tetangga”
“tapi, ini....." Song terdiam sejenak, ia memilih untuk tidak melanjutkan kata - katanya. "ok” Song mengangkat kedua
tangannya ke atas. “aku keluar, semoga harimu menyenangkan” Song berlalu begitu
saja, membuka pintu apartemen dan menutupnya kembali.
“kau juga” teriak Howon yakin Song
masih mendengarnya meski pintu telah ditutup
Pembicaraan itu hanya berlangsung
beberapa menit. Howon merasa ada yang berbeda dengan Song tapi ia yakin Song
dapat mengatasinya sendiri. Howon mematikan TV karena merasa tak ada cenel yang
memuat berita bagus. Ia pergi keluar dari apartemennya, mungkin ia hanya keluar
untuk jalan – jalan.
“Hoya!”
sapa Goun dari ujung sana, kamar nomor 29. Tangannya melambai – lambai pada
Howon, tapi Howon hanya membalasnya dengan sunggingan senyum sedang kedua
tangannya ia masukkan ke dalam saku celana jeansnya. Saat itu juga ia melihat
Min-ah turun melalui tangga di depannya, karena tangga di lantai tiga itu hanya
satu ya, apa boleh buat. Ia harus menghadapinya, paling juga hanya satu hari,
cukup satu hari untuk pembebasan jiwa kawannya, Min-ah yang ia nilai sangat
sensitif.
“Min-ah” Sapa Howon saat Min-ah
berhenti untuk berbelok, karena tangga itu memang dibuat berkelak – kelok
sehingga tidak jarang para penghuninya malah keasikan duduk disana.
“ya, ada apa?” tanya Min-ah tenang,
sedang Howon merasa sangat bersalah. Ia pikir Min-ah akan memulai hari bisunya
selama sehari ini, tapi ia malah bersikap tenanga setelah hari kemarin?
Howon turun tepat di samping Min-ah
berdiri, dan mengucap “Mianhe” tepat setelah mengucap kata itu, Song datang
kembali dengan membawa sekantong plastik minuman kemasan kaleng.
“untuk apa? seharusnya aku yang
berterimakasih karena kau sudah menolongku, maksudku kami” jawab Min-ah riang
sambil mengulurkan secarik kertas pada Howon. Song tetap berjalan hingga tepat
lengannya menyenggol bahu Howon.
“ini...?” Howon belum sempat
meneruskan kata-katanya dan
“Annyeong” ucap Min-ah kembali turun.
Sejenak Howon memperhatikan perilaku Min-ah yang sedikit menyimpang dari yang
ia tahu. Pagi ini kenapa? Apa ia melakukan hal yang salah hingga membuat Min-ah
canggung? Atau apa?
“Kau gak jadi pergi?” tanya Song
memecah keheningan saat Min-ah berlalu. Howon berbalik, tersenyum dan sebelum
turun ia mengucap
“aku ada keperluan sebentar” Song
mengangguk tanda mengerti.
Hari
memang sudah tak pagi, rasanya berbeda jika ia pergi sendiri. Tadinya ia ingin
mengajak Goun, tapi karena Goun sibuk dengan pekerjaan menulisnya mungkin, ia
akan pergi dengan orang lain. Tujuan utamanya adalah taman kota yang terletak
tak jauh dari apartemennya itu.
Min-ah berjalan – jalan di taman.
Taman itu terlihat sepi, taman kota yang sunyi. Sebenarnya ia belum pernah ke
Seoul, sejak ia dan orang tuanya pindah ke Busan dan hari ini adalah pertama kalinya
ia mendapat kesempatan liburan, meski kemarin seharusnya ia ada waktu tapi
entah ‘mungkin hari ini hari yang tepat’ pikirnya. Juga kamera yang ia bawa
memang tak sekedar hiasan semata, ia bukanlah tipe orang yang suka difoto, tapi
sebaliknya.
Saat Min-ah sedang asik memainkan
lensa kameranya, dan Howon datang dari sampingnya
“kau ini” Min-ah melonjak dari
bebatuan hias yang ia naiki
Howon tersenyum, tersenyum manis.
“maaf” katanya berbalik memunggungi Min-ah
“kau akan datangkan?” tanya Min-ah
masih mengintai orang – orang yang berlalu lalang di trotoar
“apa maksudmu? Kau bercanda atau
apa?” tanya Howon serius
“tidak, aku serius” sekilas cahaya
blitz mengarah pada Howon
“hey..., jangan sembarangan
mengambil fotoku” Howon merapikan kembali jas dan topinya berharap tak ada
orang yang melihatnya
“aku tunggu, dan jangan sampai
terlambat” Min-ah berlalu tapi Howon berhasil menarik tas gendongnya
“kenapa kau....” Howon terhenti,
seperti ada beban menimpa dirinya
“kau sendiri yang mengajariku”
Min-ah bergeser dan melepas tasnya dari pegangan Howon. “kau bilang ‘kau tak
akan mampu keluar bila tak menghadapinya’, itukan ucapanmu dulu?!”
“entahlah, aku merasa kau tak perlu
melakukannya” Howon terdiam sejenak, sementara
Min-ah memegang erat tali kameranya yang ia gantung di leher. “karena
aku....” Min-ah menanti jawaban Howon, matanya melebar menanti alasan tepat
seperti yang ia mau untuk ia simak, “karena aku tak bekerja lagi di sana, jadi
tak dapat diskon” Howon tertawa, mungkin jika bukan Min-ah yang mendengar
tawanya pasti akan membuatnya merasa ikut senang, tapi kali ini candaannya tak
mampu meluluhkan emosi Min-ah.
Min-ah berbalik menatap kosong pada
bangku taman di sana. “kau tak usah cemas, aku akan baik” gumamnya sendiri.
Dengan cepat ia berbalik kembali, berusaha sekuat tenaga menampakkan seulas
senyum “aku yang traktir” Howon terdiam kaku, “Lee Minho juga ada disana,
promosi album baru” tambahnya. Min-ah tersenyum lepas tak sadar tangannya
merangkul leher Howon. Tadinya ia hanya berharap Howon tidak mendengar ucapan
awalnya tapi demi menutupi itu ia membawa nama aktor tampan Lee Minho yang tak
jelas akan benar ada atau hanya khayalannya.
“oh...” Howon nampak tertegun,
“iya, aku akan menjemputmu tepat jam 10 malam” tegas Howon sambil tersenyum
“tidak usah” Min-ah melepas
rangkulannya, “lagipula, aku merasa lebih baik tidak perlu diantar” jawab
Min-ah dengan usil, tangannya membawa topi yang Howon kenakan kemudian berlari
sambil melambaikan tangannya.
“Hey!” Howon berlari mengejarnya.
TBC..............................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar